Pertumbuhan Perkecambahan Pada Tumbuhan (IPA)

Pertumbuhan Perkecambahan Pada Tumbuhan


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
      Salah satu ciri mahluk hidup adalah tumbuh dan berkembang. Kedua aktifitas kehidupan ini tidak dapat dipisahkan karena prosesnya berjalan bersamaan. Pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan ukuran atau volume serta jumlah sel secara irreversibel. Irreversibel maksudnya tidak dapat kembali pada keadaan semula. Sedangkan perkembangan adalah proses menuju kedewasaan. Pertumbuhan pada tanaman terbagi dalam beberapa tahapan,yaitu perkecambahan yang diikuti dengan pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder. Perkecambahan merupakan proses munculnya tanaman kecil dari dalam biji. Untuk itu perlu diketahui bagaimana proses perkecambahan itu terjadi beserta kondisi-kondisi pada kecambah yang diberikan oleh faktor-faktor penyebab perkecambahan. Perkecambahan biji pada tanaman dibedakan menjadi perkecambahan epigeal dan hipogeal.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkecambahan
Perkecambahan memiliki banyak arti yang di definisikan oleh banyak ilmuwan. Misalanya, perkecambahan adalah munculnya pertumubuhan aktif yang menyababkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai (Amen, 1963). Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah. Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru. Komponen biji tersebut adalah bagian kecambah yang terdapat di dalam biji, misalnya radikula dan plumula (Bagod Sudjadi, 2006). Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Istamar Syamsuri, 2004). Perkecambahan merupakan sustu proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis (Salisbury, 1985).
Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan pertumbuhan plumula (calon batang). Para ahli fisiologis benih menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya radikel menembus kulit benih. Sedangkan para agronomis menyatakan bahwa perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah normal pada kondisi lingkungan yang optimum.
B. Tipe – Tipe Perkecambahan
Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan dikenal perkecambahan hipogeal dan epigeal. Hipogeal adalah pertumbuhan memanjang dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung. Pada epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah. Perkecambahan tipe ini misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak. Pengetahuan tentang hal ini dipakai oleh para ahli agronomi untuk memperkirakan kedalaman tanam.

1. Perkecambahan epigeal
Hipokotil memanjang sehingga plumula dan kotiledon ke permukaan tanah dan kotiledon melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk.
Contoh: perkecambahan kacang hijau.
2. Perkecambahan hipogeal
Epikotil memanjang sehingga plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas permukaan tanah, sedangkan kotiledon tertinggal dalam tanah. Contoh: perkecambahan Jagung (Zea mays)
Rangkaian peristiwa selama proses perkecambahan berlangsung, yaitu:
a. Imbibisi
b. Aktivasi Enzim
c. Perombakan simpanan cadangan
d. Inisiasi pertumbuhan embrio
e. Pemunculan radikel
f. Pemantapan kecambah
Pemacu kimiawi perkecambahan benih adalah :
a. Giberelin: Hormon endogen pemacu perkecambahan benih alamiah.
b. Sitokinin: Hormon endogen pemacu perkecambahan benih alamiah.
c. Etilen (C4H4): Turut mengatur penglepasan auksin pada perkecambahan benih.
d. H2O2: Menstimulir respirasi yang mempercepat perombakan cadangan makanan.
e. Auksin: dalam konsentrasi rendah bekerjasama dengan cahaya mempercepat perkecambahan.
f. KNO3: bekerjasama dengan cahaya dan suhu memacu proses perkecambahan benih
g. Thiourea Membantu pembentukan pemacu perkecambahan, seperti giberelin.
C. Metabolisme dan Proses Perkecambahan
Menurut (Sadjad,1994) tahap awal metabolisme untuk tumbuh benih dapat diungkapkan sebagai tiga tipe yaitu perombakan bahan cadagan, translokasi dari bagian benih kesatu bagian yang lain dan sintesa bahan-bahan yang baru. (Sutopo (2002) menjelaskan tahapan proses perkecambahan sebagai berikut:
1. Tahap pertama dimulai dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi oleh protoplasma.
2. Tahap kedua dimulai dengan kegitan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih.
3. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.
4. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan sel-sel baru.
5. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh, pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji.
Proses penyerapan air oleh biji merupakan proses imbibisi yang disebabkan oleh perbedaan potensi air antara benih dengan media sekitarnya (Lakitan, 1996), sehingga kadar air dalam benih mencapai presentase tertentu yaitu (50 sd 60) persen dan akan meningkat lagi pada saat munculnya radikel sampai jaringan penyimpan dan kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air (70 sd 90) persen (Ching, 1972 dalam Sutopo, 2002). Akibat terjadinya imbibisi, kulit biji akan menjadi lunak dan retak-retak (Kuswanto,1996).
Proses perkecambahan dapat terjadi jika kulit benih permeable terhadap air dengan tekanan osmosis tertentu (Kuswanto, 1996). Serapan air dan berbagai proses biokimia yang berlangsung pada benih pada akhirnya akan tercermin pada pertumbuhan dan perkembangan kecambah menjadi tanaman muda (bibit), kecuali jika benih tersebut dalam keadaan dorman (Lakitan,1996). 

D. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan
1. Faktor Dalam
Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologos atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979)
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
c. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).
d. Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
2. Faktor Luar
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya : 
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
1. Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
2. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
3. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya.
4. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.
c. Oksigen 
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.

BAB III
KESIMPULAN
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar.
Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan pertumbuhan plumula (calon batang). Para ahli fisiologis benih menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya radikel menembus kulit benih. Sedangkan para agronomis menyatakan bahwa perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah normal pada kondisi lingkungan yang optimum.
Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan dikenal perkecambahan hipogeal dan epigeal. Hipogeal adalah pertumbuhan memanjang dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya. Pada epigeal hipokotil tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkecambahan di bedakan menjadi faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam misalnya tingkat kemaskanan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan. Sedangkan faktor luar misalnya air, suhu, oksigen, cahaya dan medium.

0 Response to "Pertumbuhan Perkecambahan Pada Tumbuhan (IPA)"

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik dan sopan. Komentar SPAM akan di hapus. Tema berkomentar bebas tapi utamakan berkomentarlah sesuai postingan dan tentang template ini.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel